SelidikiNews.com, Jakarta – YouTuber dan TikToker yang makin bertambah bukan menguntungkan perekonomian Indonesia. Pihak yang yang disebut untung besar hanyalah para paltform media sosial.
Wishutama, mantan Menteri Pariwisata kemudian Ekonomi Kreatif, menyampaikan fakta itu juga ditambah dengan kerugian berpotensi berada dalam tangan masyarakat Indonesia. Karena pendapatan iklan setiap kreator justru menyusut dikarenakan jumlah keseluruhan agregat pesaing yang mana terus bertambah.
Di sisi lain, belanja iklan digital stagnan lantaran bukan tercipta aktivitas kegiatan ekonomi baru.
“Banyak yang dimaksud mana datang kita, bilang bagus, sebab dia sudah punya jutaan konten kreator. Itu belaka buat konten kreator baru, dia yang digunakan untung, pembaginya makin banyak. Sizenya tetep sama, digital adex [iklan digital] cuma segitu,” kata Wishnutama.
Bukan cuma terkait kreator, hal serupa juga terjadi pada sektor e-commerce. Penambahan UMKM yang mana dimaksud berada di dalam area media digital juga nyatanya tidaklah berdampak besar pada perekonomian.
Sebab yang digunakan terjadi sebenarnya adalah semata-mata perpindahan kegiatan sektor ekonomi yang mana mana tadinya berada dalam offline, sekarang berada dalam online. Wishnutama menjelaskan tidaklah ada sektor sektor ekonomi baru yang mana hal itu tercipta.
Baca juga: Patungan Buka TikTok Shop, Tokopedia Sudah Gandeng Instagram
“Bertambah jualan dalam jaringan e-commerce tidaklah menciptakan ekonomi baru. Adanya pembagi baru, sebab size [ekonomi] tidaklah tambahan besar,” katanya.
Jadi, menurutnya, konsep untuk menggalakkan perekonomian digital tidaklah tepat. Ada cara lain untuk mampu menciptakan dunia perniagaan baru, yakni dengan memanfaatkan teknologi serta wadah digital digital.
“[Jangan] yang mendapatkan manfaat malah asing padahal kesempatannya, terus ke depan, pertumbuhan perekonomian digital sangat eksponensial,” kata Wishnutama.
Data perekonomian digital Indonesia juga didominasi asing. Satu-satunya yang masih dikuasai penuh pemain lokal adalah dunia usaha digital sektor keuangan.
Sementara penguasaan asing paling tinggi adalah sektor media serta iklan, belaka cuma 35% dari Rp 88 triliun untuk pemain lokasi. Sementara 44% pasar e-commerce dari Rp 877 triliun dimanfaatkan lokal. (Sumber: CNBC Indonesia)