Jakarta – Untuk tahun ketiga berturut-turut, cakupan es laut di tempat dalam sekitar Antartika sudah pernah dijalankan turun dalam bawah 2 jt km persegi, ambang batas yang digunakan mana belum pernah dilewati sebelum 2022 sejak pengukuran satelit dimulai pada tahun 1979.
Data terbaru dari Pusat Data Salju kemudian Es Nasional AS mengonfirmasi bahwa tiga tahun terakhir merupakan tiga tahun terakhir yang tercatat sebagai tiga tahun terendah dalam hal jumlah agregat agregat es laut yang tersebut itu mengapung dalam benua tersebut.
Para ilmuwan mengatakan tahun rendah lainnya adalah bukti lebih tinggi banyak lanjut dari “pergeseran rezim,” juga penelitian baru menunjukkan bahwa es laut pada benua itu telah terjadi lama mengalami “transisi kritis yang digunakan digunakan tiba-tiba.”
Es laut Antartika mencapai titik terendahnya pada puncak musim panas dalam tempat benua itu pada Februari setiap tahunnya.
Pada 18 Februari, rata-rata tutupan es laut selama lima hari turun menjadi 1,99 jt km persegi serta pada tanggal 21 Februari mencapai 1,98 jt km persegi. Rekor terendah adalah 1,78 jt km persegi yang dimaksud terjadi pada Februari 2023.
Apakah level saat ini mewakili level minimum tahun ini tiada akan diketahui dalam satu atau dua minggu ke depan.
“Tetapi kami yakin tiga tahun terendah yang pernah tercatat akan terjadi pada tiga tahun terakhir,” kata Will Hobbs, ilmuwan es laut dalam Universitas Tasmania, dilansir The Guardian, Minggu (25/2/2024).
Es laut dalam area Antartika mencapai puncaknya setiap September, namun luas maksimum tahun lalu merupakan rekor terendah, mengalahkan rekor sebelumnya dengan luas sekitar 1 jt km persegi. Para ilmuwan terkejut melihat betapa sedikitnya total es yang dimaksud kembali tahun lalu, sangat melebihi jumlah total total es yang mana pernah terlihat sebelumnya.
Cakupan tampaknya sedikit pulih pada bulan Desember seiring dengan berlangsungnya pembekuan kembali, namun kemudian turun kembali ke tingkat saat ini.
Tidak ada pengukuran yang digunakan dapat diandalkan mengenai seberapa tebal es laut Antartika, namun Ariaan Purich, manusia ilmuwan iklim yang mana digunakan berspesialisasi dalam Antartika serta Samudra Selatan di dalam dalam Monash University, mengatakan ada kemungkinan es yang dimaksud yang muncul kembali lebih tinggi lanjut tipis dari biasanya.
“Tampaknya masuk akal, juga es laut yang mana hal tersebut tambahan banyak tipis sanggup mencair tambahan cepat,” katanya.
Para ilmuwan masih menyelidiki penyebab berkurangnya es pada laut, namun merekan khawatir pemanasan global mungkin turut berperan, khususnya pemanasan Samudera Selatan yang digunakan mengelilingi benua tersebut.
Es dalam lautan memantulkan radiasi matahari, artinya berkurangnya es dapat menyebabkan lebih tinggi besar banyak pemanasan laut.
Walt Meier, ilmuwan peneliti senior di tempat tempat Pusat Data Salju kemudian Es Nasional, mengatakan bahwa sebab sebagian besar es mencair sepenuhnya setiap musim panas, “sebagian besar es hanya saja belaka setebal 1-2 meter” – lalu bahkan lebih lanjut lanjut sedikit lagi yang digunakan mana berada dalam dekat tepi es.
“Dengan nilai maksimum yang digunakan sangat rendah pada September lalu, es mungkin rata-rata lebih tinggi besar tipis di tempat tempat banyak wilayah, namun sulit untuk mengatakan seberapa besar dampaknya terhadap laju pencairan juga pendekatan minimum tersebut,” katanya.
Ekosistem Antartika terikat dengan es laut, mulai dari pembentukan fitoplankton yang mana digunakan dapat menghilangkan karbon dari atmosfer hingga tempat berkembang biak penguin.
Purich memimpin penelitian tahun lalu yang tersebut mengatakan bahwa es laut dalam benua itu mungkin telah lama terjadi mengalami “pergeseran rezim” yang mana yang disebut mungkin disebabkan oleh pemanasan pada bawah permukaan laut sekitar 100 meter dalam area bawah permukaan laut.
Penelitian yang dimaksud digunakan dipimpin oleh Hobbs lalu rekannya pada Australian Antarctic Program Partnership lalu lembaga lain sudah menambah bukti yang mana digunakan mengupayakan klaim ini.
Dalam sebuah makalah yang mana diterbitkan bulan ini dalam tempat Journal of Climate, para ilmuwan meneliti perubahan luasan es laut juga lokasi pembentukannya setiap tahun.
Melihat dua periode – 1979 hingga 2006 kemudian 2007 hingga 2022 – para peneliti menemukan total es laut menjadi terpencil lebih tinggi banyak bervariasi, atau tidaklah menentu, pada periode selanjutnya.
Perubahan ini tidak ada ada dapat dijelaskan oleh perubahan atmosfer – sebagian besar disebabkan oleh angin – yang itu sebelumnya telah terjadi terjadi menentukan sebagian besar variabilitas es dari tahun ke tahun.
Studi yang mana disebut menyimpulkan “transisi kritis yang digunakan tiba-tiba” telah dilakukan terjadi terjadi di tempat area Antartika, namun Hobbs mengatakan dia tiada dapat menjelaskan alasannya.
“Kami tak tahu apa pendorong perubahan itu. Bisa belaka akibat pemanasan laut atau perubahan salinitas laut,” ujarnya. Namun mungkin juga perubahan hal yang disebut merupakan perubahan alami.
Para ilmuwan sudah terjadi memperingatkan hilangnya es pada lautan hanyalah salah satu dari beberapa perubahan besar yang dimaksud hal itu diamati dalam Antartika yang tersebut dimaksud kemungkinan mempunyai konsekuensi global – khususnya, hilangnya es dalam benua itu semakin terpapar ke lautan, sehingga mempercepat hilangnya es di area area daratan, yang mana mana dapat menaikkan permukaan laut global.
Para ilmuwan semakin vokal dalam menyerukan agar pemerintah menanggapi perubahan di area area Antartika dengan lebih lanjut besar penting juga menyesalkan kurangnya data dalam dalam dalam juga sekitar benua tersebut.
“Yang kita butuhkan adalah pengukuran suhu laut kemudian salinitas dalam bawah es laut secara berkelanjutan. Kita memerlukan perbaikan dalam model iklim kita. Dan kita perlu waktu,” kata Hobbs.