SelidikiNews.com, Jakarta – Waktunya Indonesia memiliki mata uang digital semakin dekat. Bank Indonesia (BI) telah melakukan percepatan sistem pembayaran digital, dengan target tahun 2024 untuk meluncurkan rupiah digital sebagai satu-satunya alat pembayaran digital resmi di tanah air.
Pernyataan ini telah diungkapkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada Pertemuan Tahunan BI (PTBI) 2023. Warjiyo menegaskan bahwa penerbitan tahap pertama road map Rupiah Digital akan dilakukan pada tahun mendatang.
BI akan mengembangkan prototipe untuk menguji konsep dan ide pengembangan perangkat lunak yang menjadi tulang punggung Rupiah Digital. Tahap ini dikenal sebagai “proof of concept.”
Dalam konteks ini, BI akan menciptakan ‘Khazanah Digital Rupiah’, sebuah platform digital yang akan diakses oleh bank dan non-bank terpilih, yang disebut sebagai ‘wholesaler’ dan ‘retailer’.
Rupiah Digital wholesale (w-Rupiah Digital) memiliki akses terbatas dan hanya didistribusikan untuk transaksi wholesale seperti operasi moneter, transaksi pasar valuta asing, dan transaksi pasar uang.
Sementara itu, Rupiah Digital ritel (r-Rupiah Digital) memiliki akses yang terbuka untuk umum dan didistribusikan untuk berbagai transaksi ritel, termasuk pembayaran dan transfer, baik oleh individu maupun entitas bisnis (merchant dan korporasi).
Untuk memahami konsep rupiah digital, penting untuk memahami perbedaannya dengan dompet digital dan mata uang kripto.
Berikut ini penjelasannya:
1. Perbedaan rupiah digital dengan bitcoin juga e-wallet
Saat ini, berbagai instrumen pembayaran digital telah menjadi pilihan di Indonesia. Contohnya, pembayaran elektronik melalui dompet digital (e-Wallet) seperti GoPay, Ovo, Dana, dan lainnya.
Tak hanya itu, uang digital juga semakin populer digunakan untuk kegiatan investasi, seperti mata uang kripto. Perbedaan mendasar antara keduanya dapat dilihat dari otoritas penerbit, format, keamanan, transparansi identitas nasabah, struktur pencatatan transaksi, dan risiko yang terkait.
Rupiah Digital, sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC) yang dikembangkan oleh BI, merupakan respons terhadap perkembangan teknologi dalam sektor keuangan. Konsep CBDC telah diadopsi oleh beberapa bank sentral di berbagai negara belakangan ini.
Menurut laporan Deloitte, CBDC dianggap sebagai inovasi dalam sektor keuangan digital, yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi perputaran uang dalam masyarakat. Keamanan CBDC dijaga oleh otoritas keuangan yang sah di setiap negara.
Dompet digital seperti GoPay, Ovo, dan Dana, yang banyak digunakan di Indonesia, sebenarnya merupakan representasi uang fisik yang disalurkan melalui sistem digital. Meskipun berfungsi sebagai tempat penyimpanan, dompet digital lebih modern dan memungkinkan berbagai transaksi melalui satu platform.
Rupiah Digital, di sisi lain, benar-benar diterbitkan secara virtual dan disimpan melalui media digital. Tidak ada bentuk fisik untuk Rupiah Digital, dan struktur pencatatannya berbeda. Penggunaan teknologi blockchain memungkinkan pencatatan real-time yang lebih transparan, dengan rekam jejak yang tercatat secara otomatis.
Berbeda dengan uang fisik yang mencatat transaksi secara terpusat, Rupiah Digital menggunakan struktur terdesentralisasi dan tersentralisasi. Hal ini memungkinkan pencatatan transaksi yang lebih transparan, dengan identitas nasabah yang dapat dipantau oleh sistem.
Teknologi blockchain pada Rupiah Digital juga memastikan tingkat keamanan yang tinggi, karena diterbitkan oleh otoritas keuangan yang sah. Di samping itu, mata uang kripto yang berkembang secara privat memiliki struktur pencatatan terdesentralisasi sepenuhnya, namun identitas nasabah tidak transparan.
Sebagai hasilnya, meskipun transaksi mata uang kripto tercatat secara real-time, nilai uang dapat mengalami volatilitas karena identitas nasabah yang anonim. Pengembangan yang bersifat privat dan tanpa campur tangan otoritas sah juga dapat membuat kripto lebih terkendali oleh algoritma.
2. Roadmap Rupiah Digital
BI telah mengimplementasikan definisi bahwa pengembangan Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) nasional bertujuan untuk memperkuat pertumbuhan sektor ekonomi secara berkelanjutan. Pemanfaatan teknologi diharapkan dapat meningkatkan volume dan frekuensi transaksi pembayaran digital.
Selain itu, BI berupaya menjadikan infrastruktur pembayaran dan pasar uang yang stabil, modern, aman, dan andal sesuai dengan standar internasional yang dapat diimplementasikan secara luas.
Saat ini, BI sedang merumuskan proof of concept untuk penerbitan Rupiah Digital setelah konsepnya dipublikasikan dan mendapat masukan dari industri dan masyarakat. Model bisnis “wholesaler” Rupiah Digital akan ditempuh, dengan BI sebagai bank sentral fokus pada penerbitan dan distribusi mata uang virtual melalui Khazanah Digital Rupiah.
Pemanfaatan Rupiah Digital untuk transaksi ritel akan diserahkan kepada bank dan nonbank yang dipilih nantinya, dan BI sedang melakukan penelitian untuk memilih wadah yang kompatibel.
Secara sederhana, tahap pertama Proyek Garuda Rupiah Digital akan dimulai dengan “wholesale-CBDC” untuk penerbitan, pemusnahan, dan transfer antar-bank. Pada tahap kedua, wholesale-CBDC akan diperluas untuk mengatasi operasi moneter dan pengembangan pasar keuangan. Pada tahap ketiga, wholesale-CBDC akan berinteraksi dengan ritel-CBDC secara end-to-end atau digunakan oleh masyarakat umum dalam kebutuhan transaksi sehari-hari.