Jakarta – Israel dibantu teknologi kecerdasan buatan alias AI (artificial intelligence) dalam melakukan pengeboman dalam Gaza.
Menurut laporan, serangan yang digunakan mana merekan lakukan dalam area Gaza awal Oktober ini, sudah pernah lama memberi Israel kesempatan untuk menggunakan media digital pembuatan target AI yang dapat menghasilkan target dengan kecepatan otomatis.
Pada tanggal 2 November, situs web Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memuat pernyataan yang digunakan digunakan mengatakan bahwa merek menggunakan sistem berbasis AI yang mana mana disebut Habsora (Injil, dalam bahasa Ibrani). Mengutip seseorang pejabat IDF, pemanfaatan AI oleh Israel dikerjakan untuk membidik target yang dimaksud digunakan cepat juga akurat.
Dalam artikelnya, IDF mengklaim bahwa lebih lanjut banyak dari 12.000 target tercapai dalam 27 hari serangan pada tempat Gaza, atau kira-kira 444 target dalam satu hari.
Sementara itu, sumber yang mana mengetahui bagaimana sistem berbasis AI diintegrasikan pada operasi IDF mengatakan kepada The Guardian bahwa alat hal itu telah terjadi lama mempercepat proses penargetan secara signifikan.
“Dengan bantuan kecerdasan buatan, juga melalui ekstraksi AI yang dimaksud hal itu diperbarui secara cepat kemudian otomatis, itu (Habsora) menghasilkan rekomendasi bagi peneliti, dengan tujuan agar ada kecocokan menyeluruh antara rekomendasi mesin serta identifikasi yang dimaksud hal tersebut diimplementasikan oleh manusia,” kata IDF, dikutip dari Live Mint, Senin (4/12/2023).
Foto: REUTERS/AMIR COHEN |
Daftar sasaran pembunuhan
Sumber yang dimaksud yang mengetahui sistem ini mengatakan, AI yang mana dimaksud digunakan Israel sudah memainkan peran penting dalam menyusun daftar orang yang mana dimaksud diizinkan untuk dibunuh.
Laporan The Guardian juga mengutip mantan kepala IDF, Aviv Kochavi, yang dimaksud digunakan mengatakan bahwa divisi sasaran didukung oleh kemampuan AI juga mencakup ratusan perwira lalu tentara.
Dalam sebuah wawancara yang digunakan diterbitkan sebelum serangan dalam Gaza, Kochavi mengatakan bahwa AI itu merupakan mesin yang dimaksud mana menghasilkan data dalam jumlah keseluruhan agregat besar. Kegunaannya lebih besar banyak efektif daripada manusia serta mampu menerjemahkan data yang tersebut digunakan dimiliki menjadi sasaran serangan.
Dia menambahkan bahwa IDF mempunyai kemampuan seperti Matrix. Dalam sebuah wawancara ia mengatakan, setiap brigade sekarang miliki aparat intelijen canggih yang tersebut dimaksud mirip dengan film The Matrix, yang mana dimaksud menyediakan intelijen real-time.
“Di antara semua revolusi teknologi, kecerdasan buatan (AI) kemungkinan akan menjadi yang tersebut hal tersebut paling radikal, baik atau buruk. IDF mengakui bidang ini bertahun-tahun yang tersebut yang disebut lalu lalu memanfaatkannya untuk meningkatkan efektivitas tempur,” katanya.
Ia menambahkan, unit khusus yang disebut Direktorat Sasaran sudah pernah lama dibentuk tiga tahun lalu. Ini adalah unit yang dimaksud digunakan terdiri dari ratusan perwira kemudian tentara, yang mana itu didukung oleh kemampuan AI.
Dalam wawancara tersebut, Kochavi mengenang perang 11 hari Israel dengan Hamas pada Mei 2021. Dia mengungkap, dalam Operasi Penjaga Tembok, setelah AI diaktifkan, ia dapat menghasilkan 100 target baru setiap hari.
“Sebagai gambaran, dulu kami sanggup menghasilkan 50 target pada Gaza dalam setahun. Sekarang, AI ini mampu menciptakan 100 target dalam satu hari, juga 50 persen di tempat dalam antaranya tepat sasaran,” kata dia.
Pada tahun 2021, IDF meluncurkan apa yang digunakan hal tersebut disebutnya sebagai perang AI pertama dalam area dunia. Itu adalah serangan sebelas hari pada Gaza yang mana dikenal sebagai “Operation Guardian of the Walls” yang mana dilaporkan menewaskan 261 warga Palestina lalu juga melukai 2.200 orang.